REL, Empat Lawang – Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Empat Lawang memperkirakan pada Juli dan Agustus puncak musim kemarau sehingga BPDB menghimbau kepada semua masyarakat untuk bisa mengatisipasi puncak musim kemarau.
“Bulan Juni sudah penghujung, di Juli-Agustus itu dperkirakan puncak musim kemarau, saya himbau masyarakat mengatisipasi jangan sampai terjadi kebakaran hutan maupun lahan,” himbaunya.
Bukan hanya itu lanjut Taufik, identik apabila musim kemarau ini terjadi kekeringan lahan, BPBD eminta kepada semua Camat dan Kepala Desa untuk memperhatikan betul musim kemaru ini, terutama areal persawahan jangan sampai terjadi kekeringan lahan.
“Masyarakat agar mengantisipasi kekeringan, Kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) maupun penyakit dan lain-lain,” ujar Taufik.
Taufik sendiri mengakui di Kabupaten dikelilingi areal perbukitan dan tidak ada areal rawa-rawa layaknya daerah atau Kabuapten lain, meskipun ada kebakaran tidak lain kebakaran lahan ulah dari warga yang sengaja membakar lahan untuk membuka kebun.
“Yang perlu ita waspada di kemarau ini ada kekeringan lahan dan penyakit, saya himbau kepada masyarakat untuk tetap waspada,” pintanya.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika ( BMKG) memprediksi puncak musim kemarau akan terjadi pada Agustus-September 2019 mendatang.
“Secara umum puncak kemarau 2019 diprediksi akan terjadi pada bulan Agustus-September 2019,” kata Deputi Bidang Klimatologi BMKG Herizal beberapa waktu lalu.
Herizal menuturkan, awal musim kemarau sudah berlangsung di Aceh dan Sumatra sejak Januari-Februari 2019. Namun, ia menyebut kebanyakan wilayah mulai memasuki kemarau pada April 2019.
Herizal menuturkan, dari total 342 zona musim (ZOM) di Indonesia, sebanyak 79 ZOM akan mengawali musim kemarau pada bulan April, yaitu sebagian wilayah Nusa Tenggara, Bali, dan Jawa.
Sementara itu, 99 ZOM yang meliputi sebagian Bali, Jawa, Sumatra, dan sebagian Sulawesi akan memasuki kemarau pada Mei.
Sedangkan 96 ZOM di Sumatra, Jawa, Sulawesi, dan Papua akan memasuki musim kemarau pada Juni.
Herizal menyebut, sejumlah wilayah akan mengalami musim kemarau lebih awal dari biasanya, yaitu sebagian wilayah NTT, NTB, Jawa Timur bagian timur, Jawa Tengah, Jawa Barat bagian tengah dan selatan, sebagian Lampung, Bengkulu, Jambi, Sumatra Selatan dan Riau, serta Kalimantan Timur dan Selatan. Adapun terdapat sejumlah wilayah lain yang diprediksi mengalami musim kemarau lebih kering dari biasanya, yaitu wilayah NTT, NTB, Bali, Jawa bagian selatan dan utara, sebagian Sumatra, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Merauke.
Adapun jangka waktu masa musim kemarau dapat berlangsung mulai dua bulan sampai sepuluh bulan, tergantung letak geografis wilayah. “Yang panjang biasanya di daerah NTT, NTB, juga beberapa tempat di utara Palu,” ujar Herizal.
BMKG mengimbau instansi terkait, pemerintah daerah, dan masyarakat setempat untuk waspada dan bersiap terhadap kemungkinan dampak musim kemarau. “Terutama wilayah yang rentan terhadap bencana kekeringan meteorologis, kebakaran hutan dan lahan, dan ketersediaan air bersih,” kata Herizal. (12/rls).